Zonafaktualnews.com – PDIP meminta Presiden Jokowi segera menetapkan peristiwa 27 Juli 1996, yang dikenal sebagai Kudatuli, sebagai kasus pelanggaran HAM berat.
Desakan ini disampaikan oleh Ketua DPP PDIP, Ribka Tjiptaning, dalam sebuah konferensi pers di Kantor PDIP, Menteng, Jakarta, pada Sabtu (20/7/2024).
“Kita sepakat, bagaimana mendesak Jokowi agar peristiwa 27 Juli ini dimasukkan dalam pelanggaran HAM berat,” tegas Ribka.
Ribka mengungkapkan kekecewaannya terhadap minimnya perhatian Presiden Jokowi atas peristiwa Kudatuli.
Kerusuhan yang terjadi di Kantor PDIP, yang saat itu masih bernama PDI, telah berlangsung 28 tahun lalu namun belum mendapatkan pengakuan yang layak dari pemerintah.
Bahkan, peristiwa ini tidak termasuk dalam 12 kasus pelanggaran HAM berat yang direkomendasikan oleh Tim Non Yudisial Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat.
Ke-12 peristiwa pelanggaran HAM berat yang diakui pemerintah meliputi peristiwa 1965-1966, penembakan misterius 1982-1985, Talangsari Lampung 1989, Rumoh Geudong dan Pos Sattis di Aceh 1989
Kemudian penghilangan orang secara paksa tahun 1997-1998, kerusuhan Mei 1998, Trisakti dan Semanggi I dan II 1998-1999, pembunuhan dukun santet 1998-1999
Selanjutnya, Simpang KKA di Aceh tahun 1999, Wasior di Papua 2001-2002, Wamena di Papua 2003, dan Jambo Keupok di Aceh tahun 2003.
“Kita akan protes dan berjuang supaya peristiwa 27 Juli masuk dalam pelanggaran HAM berat. Kita enggak bisa kalau melawan sendiri, harus bersama-sama,” tandas Ribka.
Menurut Ribka, pengakuan terhadap Kudatuli sebagai pelanggaran HAM berat bukan hanya penting bagi PDIP, tetapi juga bagi keadilan sejarah Indonesia.
“Ini adalah bagian dari upaya kita untuk memastikan bahwa semua pelanggaran HAM diakui dan ditangani dengan adil,” pungkasnya
Kudatuli, atau Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli, terjadi ketika pendukung Megawati Soekarnoputri bentrok dengan pihak keamanan di kantor pusat PDI di Jakarta.
Peristiwa ini mengakibatkan korban jiwa dan luka-luka, serta meninggalkan trauma yang mendalam bagi banyak orang.
Hingga kini, banyak pihak masih menuntut keadilan dan pengakuan atas peristiwa tersebut.
Desakan ini menjadi sorotan publik dan menambah tekanan bagi pemerintah untuk mengambil tindakan lebih lanjut.
Ribka dan PDIP berkomitmen untuk terus memperjuangkan keadilan bagi para korban Kudatuli dan memastikan peristiwa ini tidak dilupakan dalam sejarah bangsa.
“Kita harus bersama-sama memperjuangkan keadilan. Kudatuli adalah bagian dari sejarah kita yang tidak boleh diabaikan,” tutup Ribka.
Editor : Id Amor
Follow Berita Zona Faktual News di Google News





















