Zonafaktualnews.com – Di balik meja-meja perjamuan dan jabat tangan politik yang hangat antara Presiden Prabowo Subianto dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, terselip sesuatu yang lebih dari sekadar silaturahmi elitis.
Pertemuan itu seperti belati dingin yang pelan-pelan mengiris ruang batin Joko Widodo atau Jokowi—mantan presiden yang kini mulai merasa asing di panggung yang pernah ia kuasai.
Meski statusnya mantan, ambisi dan kecemasan Jokowi tak serta-merta ikut pensiun. Sebab dalam dunia politik, masa lalu tak pernah benar-benar pergi—ia bisa menjelma menjadi bayang-bayang suram yang terus mengikuti langkah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Batin Jokowi sangat terganggu melihat keharmonisan Prabowo dan Megawati,” kata Tom Pasaribu, Direktur Eksekutif KP3I, Kamis (10/4/2025).
Tom tak berbasa-basi. Ia menilai, kecemasan Jokowi bukan tanpa alasan. Ia tahu, sejarah tak selalu berpihak pada para mantan.
Soekarno dilengserkan, Soeharto dilupakan, Gus Dur disingkirkan, bahkan SBY pun sempat dicibir.
Jokowi belajar dari semua itu. Dan ia sadar: jabatan presiden hanyalah sewa lima tahunan. Setelahnya, siapa pun bisa menjadi sasaran.
Maka muncullah strategi. Politik dompleng cucu. Politik sundul anak. Gibran didorong ke panggung.
Tapi politik bukan soal darah semata. Ia tentang siapa yang memegang pintu kekuasaan, dan siapa yang menjaga kuncinya.
Kini, Prabowo memegang kunci itu. Dan Megawati, yang selama ini menjaga jarak, justru mulai mendekat. Terlalu dekat untuk membuat Jokowi merasa tenang.
“Yang dilakukan Jokowi saat ini adalah politik sapu jagat. Ia ingin menyelamatkan diri, keluarga, dan kroni,” ujar Tom.
Kunjungan-kunjungan Jokowi pasca Pilpres, sorotan terhadap proyek IKN, hingga upaya mengontrol partai, semuanya menurut Tom adalah pertanda: Jokowi belum selesai. Tapi waktu tak pernah menunggu. Dan kekuasaan, seperti cahaya senja, semakin temaram di ufuknya.
Pertemuan Mega dan Prabowo telah memberi sinyal baru. Sinyal bahwa koalisi besar tengah terbentuk, dan mantan presiden yang dulu dielu-elukan, kini mulai kehilangan panggung.
Jokowi, yang pernah menjadi matahari di langit kekuasaan, kini bayang-bayangnya sendiri mulai mengejarnya.
Seperti matahari sore yang ditelan malam, ia mulai kehilangan cahaya. Dan dalam gelap itu, yang tersisa hanyalah siluet—dari kejayaan yang perlahan menjauh.
Bayang-bayang suram itu kini kian panjang. Mengintai dari belakang. Dan jika tak waspada, bisa menjadi gelombang gelap yang menenggelamkannya.
(Id Amor)
Follow Berita Zona Faktual News di Google News