Zonafaktualnews.com – Seorang santri bernama Fajar, yang telah menuntut ilmu di Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Bayan Hidayatullah BTP selama tiga tahun, menjadi korban kekerasan brutal oleh delapan seniornya.
Kasus ini mengundang perhatian luas setelah Fajar mengalami penganiayaan fisik yang parah.
Penganiayaan di Ruang Tertutup
Pada malam 18 Agustus 2024, sekitar pukul 21.30 WITA, Fajar dipanggil oleh senior-seniornya ke salah satu ruangan di pondok.
Di sana, pintu dikunci dan delapan senior secara bergantian memukuli Fajar. Akibat kekerasan tersebut, Fajar mengalami luka memar pada punggung, lengan kiri, dada, dan wajah, serta kesulitan bernapas.
Pihak pondok segera membawa Fajar ke klinik terdekat untuk mendapatkan pertolongan medis.
Keterlambatan Komunikasi dan Keberatan Orang Tua
Meski kondisi Fajar memprihatinkan, pihak pondok tidak memberikan penjelasan rinci kepada orang tua korban. Mereka hanya meminta kartu BPJS dan menyebutkan bahwa Fajar mengalami sesak napas tanpa mengungkapkan kekerasan yang terjadi.
Setelah pulang ke rumah, Fajar baru mengungkapkan kepada orang tuanya tentang penganiayaan yang dialaminya.
Laporan Polisi dan Respons Pihak Pondok
Keluarga Fajar merasa kecewa karena tidak ada komunikasi atau permintaan maaf dari pihak pondok maupun para pelaku.
Kekecewaan ini mendorong mereka untuk melaporkan kejadian tersebut ke Polrestabes Makassar.
Laporan tersebut terigister dengan nomor : LP/B/1513/VIII/2024/SPKT/Polrestabes Makassar/ Polda Sulawesi Selatan, Tanggal: 19 Agustus 2024.
Laporan melibatkan dugaan tindak pidana kejahatan perlindungan anak sesuai UU Nomor 17 Tahun 2016, dengan terlapor atas nama inisial AF, AR, FD, ZR, QR, dan HM.
Desakan LSM dan Tindakan Pondok
Setelah laporan resmi diajukan dan didampingi oleh LSM, pihak pondok mulai melakukan upaya untuk menghubungi keluarga korban, meminta pencabutan laporan, dan menawarkan penyelesaian damai.
Atas desakan dari LSM kepada Kementerian Agama Makassar, pihak pondok akhirnya mengunjungi rumah korban pada 20 Agustus 2024, dipimpin oleh kepala pondok. Mereka meminta keluarga korban untuk datang ke pondok untuk bertemu dengan para pelaku dan orang tua mereka.
Namun, dari delapan pelaku, hanya dua orang tua yang hadir, sedangkan yang lainnya diwakili oleh mahasiswa yang mengaku sebagai wali.
Perdamaian yang Dilanggar
Dalam pertemuan tersebut, sebuah surat perdamaian ditandatangani oleh pihak pondok, orang tua korban, dan LSM pendamping. Kesepakatan mencakup perdamaian, pencabutan laporan, dan kompensasi biaya pengobatan yang dijanjikan akan ditransfer dalam waktu satu minggu.
Namun, tiga hari kemudian, pihak pondok meminta keluarga korban untuk datang ke pondok mengambil biaya pengobatan secara tunai, yang menambah kekecewaan keluarga.
Keluarga Korban Terus Melanjutkan Proses Hukum
Karena ketidakpuasan dan pelanggaran janji oleh pihak pondok, keluarga korban memutuskan untuk melanjutkan proses hukum di Polrestabes Makassar. Setelah polisi memanggil para pelaku, pihak pondok melakukan berbagai upaya untuk membujuk keluarga korban.
Namun, kekecewaan keluarga semakin mendalam akibat arogansi dan inkonsistensi pihak pondok.
Janji Pihak Pondok yang Tidak Dipenuhi
- Mengklaim Fajar sebagai penerima beasiswa penuh, tetapi memberikan tagihan sebesar Rp 8,6 juta.
- Berjanji menghadirkan semua orang tua pelaku di rumah korban, namun tidak terealisasi.
- Tidak menghadirkan semua orang tua pelaku dalam pertemuan di pondok.
- Janji transfer kompensasi dilanggar, dan meminta biaya pengobatan diambil tunai.
- Pihak pondok terlihat acuh terhadap kasus ini dan menyebarkan narasi yang menyudutkan keluarga korban.
Kasus ini kini berada di bawah pengawasan Dinas P3A Makassar dan LSM Kontra, yang terus memantau perkembangan kasus untuk memastikan keadilan bagi korban.
(MR/ID)
Follow Berita Zona Faktual News di Google News