Zonafaktualnews.com – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI dan eks Menkes beda pandangan soal penyebaran nyamuk wolbachia.
Eks Menkes, Siti Fadilah Supari mengaku khawatir dan keberatan saat masyarakat dijadikan subjek penelitian.
Menurutnya hal itu mengusik kedaulatan bangsa Indonesia lantaran belum tahu bagaimana dampak penyebaran wolbachia ke depannya.
Untuk penelitian penanganan DBD di Indonesia bagi Siti Fadilah tidak masalah dilakukan oleh siapa pun.
Namun, kata Siti menekankan, hal itu haruslah menggunakan cara yang lebih transparan.
“Kita tidak menentang penelitian (DBD) dilakukan di luar oleh siapa pun, baik World Mosquito Program (WWP),
Tetapi kalau mereka menggunakan masyarakat kita, seharusnya mereka menggunakan cara yang lebih transparan,” ujarnya.
Siti menerangkan, penyebaran nyamuk wolbachia diklaim membuat Aedes aegypti tidak berkembang biak lagi.
“Program pengendalian nyamuk kan selama ini sudah ada dan kita tidak bermasalah soal itu,
Tapi tiba-tiba pemerintah melakukan penyebaran nyamuk yang mengandung wolbachia,
Yang mereka klaim akan bisa memengaruhi, sehingga nyamuk Aedes aegypti itu tidak bisa berkembang biak lagi,” terangnya.
Adapun penularan DBD, dibawa oleh nyamuk Aedes aegypti, yang mana si nyamuk hinggap dari satu orang ke orang lain.
“Nyamuk ini penularannya dengan jalan dia mengambil darah dari orang, kemudian dia terbang lagi mengisap darah ke tubuh orang lain, sehingga orang akan tertular.
Nyamuk yang mengandung bakteri wolbachia tampaknya dia bisa menurunkan mobilitas maupun mortalitas penyakit demam berdarah,” jelasnya
Mantan menkes Siti Fadilah Supari bersama kelompok “Gerakan Sehat Untuk Rakyat” meminta penyebaran nyamuk Aedes mengandung bakteri Wolbachia dihentikan.
Alasan Siti lainnya meminta menghentikan hal itu karena masuknya Bill Gates ke dalam proyek Kemenkes ini.
Dilansir dari laman Kemenkes, penandatanganan MOU dengan The Bill & Melinda Gates Foundation (BMGF) untuk mentransformasi pelayanan kesehatan di Indonesia.
MoU antara Kemenkes dan BMGF tersebut telah ditandatangani pada Kamis 8 Juni 2023 di gedung Kemenkes, Jakarta.
Bill Gates pernah menyatakan ketertarikan pada WMP dalam salah satu catatan di lamannya di gatesnotes.com/mosquito-week-2022.
Siti juga menyoroti keterlibatan Kementerian Kesehatan dalam penyebaran nyamuk Wolbachia.
“Apakah sudah ada izin keamanan dan pertahanan? Karena ini menyangkut kedaulatan Republik Indonesia,
Jangan sembarangan menyetujui percobaan yang langsung dilakukan pada rakyat Indonesia,” ujarnya.
Untuk itu, Siti bersama Gerakan Sehat Untuk Rakyat Indonesia mengingatkan Pemerintah untuk segera menghentikan hal itu.
Terlebih rencana pelepasan 200 juta nyamuk Wolbachia akan disebar di Pulau Bali pada 13 November 2023, dan juga di 5 kota lainnya yaitu di Jakarta Barat, Bandung, Semarang, Kupang dan Bontang.
Keprihatinan dan tuntutan ini disuarakan juga secara bersama oleh “Gerakan Sehat Untuk Rakyat Indonesia”.
Gerakan ini diinisiasi oleh SFS Foundation, Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia, dan Gladiator Bangsa, serta didukung Puskor Hindunesia.
Dr. Ir. Kun Wardana Abyoto, MT, menjelaskan Program pelepasan ratusan juta nyamuk Wolbachia di Indonesia ini membawa risiko parah, antara lain, resiko terhadap Kesehatan Masyarakat dan Lingkungan.
Menurutnya, belum ada studi menyeluruh di Bali, Jakarta Barat, Bandung, Semarang, Kupang dan Bontang secara jangka panjang sehingga berisiko terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan, termasuk Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
Pelepasan jutaan nyamuk kata dia sangat berpotensi merusak industri pariwisata, serta ekonomi masyarakat setempat.
“Siapa yang bertanggung jawab jika terjadi kesalahan dan dampak yang tak terhitung?” ujarnya.
Pandangan Kemenkes
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes RI dr Maxi Rein Rondonuwu memastikan teknik wolbachia melibatkan pertimbangan para ahli hingga Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
“Kemenkes sangat percaya dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh teman2 UGM dan sudah ada rekomendasi WHO,” kata Maxi
Data dari riset awal disebut sudah cukup menunjukkan seberapa efektif intervensi wolbachia, menekan penyebaran DBD. Efektivitas wolbachia sebetulnya diteliti sejak 2011.
WMP di Yogyakarta dengan filantropi yayasan Tahija melakukan riset persiapan dan pelepasan aedes aegypti berwolbachia dalam skala terbatas selama empat tahun hingga 2015.
Hasilnya menunjukkan wolbachia bisa melumpuhkan virus dengue di dalam tubuhnnyamuk aedes aegypti. Walhasil, virus dengue tidak akan menular ke dalam tubuh manusia.
“Jika aedes aegypti jantan berwolbachia kawin dengan aedes aegypti betina, virus dengue pada nyamuk betina akan terblok.
Selain itu, jika yang berwolbachia itu nyamuk betina kawin dengan nyamuk jantan yang tidak berwolbachia
Maka seluruh telurnya akan mengandung wolbachia,” demikian pernyataan resmi Kemenkes, dikutip Jumat (17/11/2023).
Uji coba nyamuk ber-wolbachia dilakukan di Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul pada 2022.
Kasus demam berdarah di lokasi tersebut khususnya pasien yang dirawat di RS, menurun sebanyak 86 persen.
Sementara kasus DBD secara keseluruhan berhasil ditekan hingga 77 persen.
Menurut Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, Emma Rahmi Aryani, juga penurunan penyebaran DBD ini sejalan dengan penerapan wolbachia. Penurunan bahkan terbilang sangat signifikan.
“Jumlah kasus di Yogyakarta pada bulan Januari hingga Mei 2023 dibanding pola maksimum dan minimum di 7 tahun sebelumnya (2015 – 2022) berada di bawah garis minimum,” katanya
Di sisi lain, Sigit Hartobudiono, Lurah Patangpuluhan Yogyakarta mengaku sempat ada kekhawatiran terkait penyebaran nyambuk ber-wolbachia di masyarakat.
“Masyarakat pada awalnya memang ada kekhawatiran karena pemahaman dari masyarakat itu nyamuk ini dilepas kok bisa mengurangi (DBD).
Tapi seiring berjalan dan kita sudah ada edukasi, ada sosialisasi, sekarang masyarakat justru semakin paham, bahwa sebenarnya teknologi ini untuk mengurangi DBD,” pungkasnya
Editor : Id Amor