Zonafaktualnews.com – WTP yang baru-baru ini diklaim sebagai capaian membanggakan oleh Rektor UNM Karta Jayadi justru menuai kritik dari kalangan pegiat antikorupsi.
Direktur Lembaga Antikorupsi Sulawesi Selatan (Laksus), Muhammad Ansar, menilai bahwa upaya Rektor UNM menonjolkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dapat menyesatkan publik.
Menurut Ansar, WTP bukanlah jaminan sebuah institusi terbebas dari praktik korupsi, melainkan hanya alat ukur administratif dalam pengelolaan laporan keuangan.
“WTP bukanlah instrumen bebas korupsi. Ini juga bukan cerminan moral dalam pengelolaan keuangan,” ujar Ansar, Selasa (1/7/2025).
Ansar menyebut wajar jika pihak UNM menganggap WTP sebagai bentuk pencapaian akuntabilitas.
Namun, menjadi keliru ketika status tersebut digunakan untuk menggiring opini seolah kampus tersebut bersih dari praktik lancung.
“WTP kan hanya alat ukur administratif. Keliru kalau menggiring opini publik seolah-olah WTP adalah instrumen bebas korupsi,” tegasnya.
Ansar bahkan menyebut cara Karta Jayadi membanggakan WTP terkesan tidak memahami esensi sebenarnya dari opini itu.
“Itukan lucu. Artinya dia (Karta) tidak paham konsekuensi WTP,” sindirnya tajam.
Ansar juga menjelaskan bahwa dalam ranah hukum, opini WTP tak memiliki nilai pembelaan apa pun terhadap dugaan korupsi.
“Itu dua hal yang terpisah. WTP adalah ukuran administratif pengelolaan keuangan. Sementara proses hukum itu didasarkan pada fakta dan bukti awal adanya perbuatan melawan hukum,” jelasnya.
Karena itu, Ansar menilai penting untuk melakukan edukasi kepada masyarakat agar tidak salah menafsirkan status WTP sebagai simbol moralitas.
“Nah, ini penting ya. Kita perlu edukasi publik agar tidak terjebak dalam asumsi itu. Saya tegaskan bahwa banyak institusi meraih WTP tetapi tetap korup,” bebernya.
Ia bahkan mengingatkan kembali sejumlah skandal suap opini WTP yang pernah diungkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), termasuk keterlibatan oknum BPK di beberapa daerah.
“Kasus suap WTP di Jawa Barat dan Sumatera Barat pernah terjadi. Di Sulsel juga pernah terjadi. Ini menjadi preseden gelap tentang bagaimana opini yang seharusnya objektif, berubah menjadi komoditas. Ini fakta,” pungkas Ansar.
Menurutnya, praktik jual beli opini seperti itu menunjukkan bahwa pengawasan lemah dan integritas lembaga audit semakin tergerus.
Editor : Id Amor
Follow Berita Zona Faktual News di TikTok





















