Zonafaktualnews.com – Baru saja riuh soal revisi Undang-Undang TNI mereda, kini muncul lagi polemik yang tak kalah panas: Rancangan Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia (RUU Polri).
Seperti tak memberi jeda, isu ini langsung menyambar ruang publik, membakar perdebatan di media sosial.
“Belum selesai RUU TNI, udah digempur wacana RUU POLRI, abis dapet draftnya dan baca ngeri juga isinya,” cuit akun terkenal @barengwarga di platform X, Sabtu, 22 Maret 2025.
Kecemasan publik bukan tanpa alasan. Jika revisi Undang-Undang TNI dianggap memperkuat peran militer di luar tugas pokoknya, maka RUU Polri dinilai bisa membuat lembaga kepolisian menjelma menjadi “superbody”. Sebuah entitas dengan kekuasaan yang seolah tak berbatas.
Berbagai kelompok masyarakat sipil, aktivis HAM, hingga akademisi mulai bersuara. Mereka menyoroti beberapa pasal yang dinilai problematik.
Rancangan ini, menurut mereka, berpotensi mengancam kebebasan sipil, membuka peluang penyalahgunaan wewenang, serta membungkam kritik terhadap aparat negara.
Dokumen yang bocor dan diskusi panas di media sosial menyebut beberapa pasal dalam RUU Polri dan RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) sebagai titik rawan.
Isinya? Mulai dari penangkapan tanpa batas waktu, pembelian terselubung tanpa pengawasan, hingga pemblokiran ruang digital secara sepihak.
Salah satu yang paling disorot adalah pasal 16 dalam draf RUU Polri, yang juga masuk dalam RKUHAP.
“Pasal 16: kebolehan penyelidik melakukan pembelian terselubung; penyerahan di bawah pengawasan; tanpa batasan tindak pidana, padahal harusnya ini hanya narkotika, dan tidak boleh ketika penyelidikan, harus penyidikan, dgn adanya bukti permulaan. Penjebakan kok dilegitimasi,” cuit akun @mai****, Sabtu, 22 Maret 2025.
Tak butuh waktu lama, lini masa media sosial pun membara. Tagar #TolakRUUPolri dan #IndonesiaGelap melesat menjadi trending topic. Resistensi publik terhadap rancangan regulasi yang dianggap mengancam demokrasi semakin menguat.
Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) Partai NasDem Komisi III DPR, Rudianto Lallo, mencoba menenangkan suasana.
Ia menyatakan bahwa revisi UU Kepolisian dan Kejaksaan akan dibahas jika memang dianggap mendesak. Namun, untuk saat ini, fokus utama Komisi III masih pada revisi KUHAP yang ditargetkan rampung Oktober 2025.
“Saat ini Komisi III masih KUHAP, tentu kalau dipandang mendesak juga dibahas RUU Kejaksaan, RUU Kepolisian, kita siap saja di Komisi III untuk membahas itu,” ujar Rudianto Lallo di Jakarta, Kamis, 20 Maret 2025.
Sementara itu, revisi Undang-Undang TNI baru saja disahkan oleh DPR RI.
“Tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, apakah dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?” tanya Ketua DPR, Puan Maharani, di Gedung DPR, Kamis, 20 Maret 2025.
“Setuju!” jawab para anggota dewan serempak.
Revisi UU TNI ini mencakup perluasan tugas pokok militer dalam operasi selain perang, penambahan kementerian yang bisa diisi prajurit, serta perpanjangan masa dinas keprajuritan.
Kini, pertanyaannya mengemuka: akankah RUU Polri benar-benar disahkan dalam bentuk yang sama seperti bocoran draftnya?
Ataukah ini hanya ujian awal sebelum gelombang penolakan publik mengubah arah wacana?
Yang jelas, publik tidak tinggal diam. Sejarah telah membuktikan, bahwa suara rakyat bisa menjadi tembok terakhir sebelum kekuasaan melaju tanpa batas.
Editor : Id Amor
Follow Berita Zona Faktual News di Google News