Di tengah dinamika kehidupan sosial dan politik, sering kali ada isu-isu yang dianggap sepele, seperti semut yang merayap di sekitar kita.
Namun, ketika kita mengabaikan keberadaannya, semut itu dapat menggigit dengan kekuatan yang tak terduga—seperti harimau yang mengancam.
Kasus intimidasi terhadap wartawan Heri Siswanto adalah salah satu contoh nyata bagaimana ancaman kecil dapat berkembang menjadi masalah serius yang mempengaruhi kebebasan pers dan demokrasi kita.
Ketika Heri memberitakan dugaan pungutan liar (pungli) dalam penerbitan Surat Izin Mengemudi (SIM) di Polres Bone, tindakannya mungkin dianggap remeh oleh sebagian orang.
Namun, respons yang diterimanya—termasuk intimidasi dan pemindahan mendadak istrinya—menunjukkan bahwa ketidakpuasan terhadap laporan tersebut tidak bisa dianggap enteng. Seolah-olah pihak-pihak yang merasa terancam mencoba mengeliminasi suara kritis dengan cara-cara yang tidak adil.
Intimidasi terhadap jurnalis seperti Heri menciptakan efek jera yang dapat merusak ekosistem informasi yang sehat. Ketika wartawan merasa terancam, mereka mungkin enggan melaporkan kebenaran, yang pada akhirnya merugikan masyarakat yang berhak mendapatkan informasi yang akurat dan transparan.
Dalam konteks ini, ancaman terhadap satu wartawan adalah ancaman terhadap kebebasan berekspresi dan hak publik untuk tahu.
Dukungan yang datang dari organisasi pers seperti DPD PJI Sulsel dan SEKAT-RI menjadi krusial dalam situasi seperti ini. Mereka memahami bahwa tindakan intimidasi bukan hanya sekadar masalah individu, tetapi juga serangan terhadap pilar-pilar demokrasi.
Dengan bersuara dan mengawal kasus ini, mereka menunjukkan bahwa ketika satu suara dipandang seperti semut, kekuatan kolektifnya bisa menggigit seperti harimau.
Mutasi Kapolda Sulsel, Irjen Pol Andi Rian, mencerminkan respon terhadap tekanan publik. Namun, kita tidak boleh terlena oleh perubahan ini. Keadilan bagi wartawan harus menjadi prioritas, dan semua pihak perlu berkomitmen untuk mencegah terulangnya intimidasi semacam ini di masa depan.
Kesadaran masyarakat untuk melindungi kebebasan pers harus terus dikedepankan, karena tanpa perlindungan itu, kita semua berisiko kehilangan akses terhadap informasi yang benar dan objektif.
Dalam menghadapi situasi ini, mari kita ingat bahwa suara yang awalnya dipandang sepele bisa menjadi kekuatan yang menggigit dengan sangat keras.
Kita harus bersatu untuk melawan segala bentuk intimidasi, menjaga kebebasan pers, dan memastikan bahwa setiap wartawan yang berani melaporkan kebenaran mendapat perlindungan yang layak.
Hanya dengan cara ini kita dapat menjaga integritas demokrasi dan memastikan bahwa suara kebenaran tidak akan pernah dibungkam.
Oleh : Ibhe Ananda
Ketua Umum SEKAT-RI
Makassar, Minggu 22 September 2024
Follow Berita Zona Faktual News di Google News