Zonafaktualnews.com – Takalar menjelang tengah malam tak banyak bicara. Jalan utama mulai sepi, hanya tersisa cahaya lampu jalan dan langkah-langkah yang terdengar tergesa.
Di salah satu sudut kota, Hotel Grand Kalampa berdiri biasa saja—tidak menonjol, tidak mencurigakan. Tapi ketenangan kadang menyimpan cerita yang tidak ingin diketahui siapa pun.
Diam, rupanya, tak selalu berarti bersih. Ada sesuatu yang bergerak diam-diam di balik kamar-kamar hotel itu. Transaksi tak kasat mata berpindah dari layar ke layar, dari percakapan singkat ke pertemuan sunyi. Semuanya mengalir tanpa suara, tanpa banyak tanya.
Tak ada ketukan pintu. Tak terdengar tawa. Hanya satu pesan pendek di aplikasi MiChat: “Cek in duluan.” Menyusul nomor kamar. Lalu nomor rekening. Setelah itu, pintu dibuka. Pertemuan selesai. Tubuh berpindah tangan. Seolah dosa bisa diselesaikan dengan log out.
Semua berlangsung cepat, rapi, dan senyap—seolah menjadi bagian dari rutinitas malam yang tak pernah dipertanyakan.
Di tengah keheningan itu, seorang warga yang tinggal tak jauh dari hotel mengaku sudah lama menyimpan rasa curiga.
“Setiap malam selalu ramai. Mobil-mobil masuk, tapi yang keluar sering beda orang,” ucapnya pelan, seperti menahan sesuatu di tenggorokan. Mungkin cemas. Mungkin muak.
Tim investigasi media ini menelusuri jejak digital yang berserakan di aplikasi MiChat. Ditemukan sejumlah akun dengan samaran “Nisa”, lengkap dengan wajah-wajah muda, daftar harga, dan tawaran yang terlalu terang untuk disangkal. Rp300 ribu per jam. Tambahan untuk layanan VCS. Bonus untuk langganan tetap. Semua dibungkus janji: “puas.”
Pembayaran dilakukan lewat transfer kepada seseorang yang disebut sebagai “ibu hotel”. Ini bukan permainan anak-anak. Ini sistematis, terstruktur. Seperti bisnis resmi—hanya saja, yang dijual adalah manusia.
Muhammad Darwis, Ketua Forum Koalisi Rakyat Bersatu (F-KRB), bicara dengan nada getir.
“Ini bukan sekadar pelanggaran moral. Ini kriminal. Ada indikasi kuat eksploitasi seksual, bahkan potensi perdagangan manusia. Tak bisa lagi dianggap biasa. Kami mendesak aparat penegak hukum turun tangan,” tegasnya, Senin (8/4/2025), dalam pernyataan yang juga ditujukan sebagai alarm bagi aparat dan pemangku kepentingan di Takalar.
Darwis juga menyentil sikap kepolisian yang dinilai masih terlalu diam dalam menanggapi isu ini.
“Jangan tutup mata. Jangan biarkan Takalar jadi ladang bisnis gelap yang tumbuh subur di tengah pembiaran. Polisi harus bergerak—bukan nanti, tapi sekarang,” ujarnya menambahkan.
Hingga malam berganti pagi, Hotel Grand Kalampa belum bersuara. Manajemen diam, tak ada klarifikasi, tak ada bantahan. Seolah tembok-tembok hotel itu lebih mampu menjaga rahasia ketimbang hukum.
Dan kota ini pun kembali seperti sedia kala. MiChat kembali dibuka. Percakapan singkat dimulai lagi. Kamar-kamar menyala tanpa banyak suara. Seperti malam-malam sebelumnya, yang terus berjalan dalam sepi.
Kadang, dosa tak perlu bersembunyi. Ia hanya butuh cukup banyak orang yang memilih menoleh ke arah lain.
(Id Amor)
Follow Berita Zona Faktual News di Google News