Zonafaktualnews.com – KPK angkat suara soal dikabulkannya Peninjauan Kembali (PK) oleh Mahkamah Agung terhadap terpidana kasus mega korupsi e-KTP, Setya Novanto. Vonis pria yang akrab disapa Setnov itu dipangkas dari 15 tahun menjadi 12 tahun 6 bulan penjara.
Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, menyayangkan keputusan tersebut. Menurutnya, putusan itu menjadi ironi besar dalam upaya pemberantasan korupsi yang selama ini digembar-gemborkan pemerintah.
Johanis tak bisa menyembunyikan kekecewaannya dan menyindir keras para hakim yang terlibat dalam putusan tersebut.
“Putusan itu kelak tidak hanya akan dimintai pertanggungjawaban di dunia, tapi juga di hadapan Tuhan,” tegas Tanak dalam pernyataan tertulisnya, Rabu (2/7/2025).
Johanis menilai pengurangan hukuman terhadap Setnov justru melemahkan semangat penegakan hukum atas kejahatan luar biasa seperti korupsi.
Ia mengingatkan bahwa hukum pidana korupsi memberikan ruang untuk hukuman maksimal, termasuk hukuman mati, demi menjaga uang rakyat dari penjarahan elite.
“Sudah seharusnya pelaku korupsi dihukum seberat-beratnya. Bukan sebaliknya, malah diberi keringanan,” katanya.
Dalam pernyataannya, Tanak juga mengenang sosok mendiang Artidjo Alkostar, hakim agung yang terkenal galak terhadap para koruptor.
Ia membandingkan bagaimana dulu para terpidana enggan mengajukan kasasi atau PK karena takut hukumannya diperberat.
“Di era Artidjo, PK adalah mimpi buruk bagi koruptor. Sekarang? Justru jadi pintu harapan,” sindirnya tajam.
Tak berhenti di situ, Tanak turut mengajak sistem peradilan Indonesia untuk belajar dari negara seperti Singapura, yang berani menjatuhkan vonis ekstrem kepada pelaku korupsi, termasuk denda tinggi hingga hukuman mati.
Ia pun menyinggung bahwa fenomena “diskon hukuman” inilah yang menjadi penyebab Indonesia terus terpuruk dalam Indeks Persepsi Korupsi.
“IPK Indonesia tahun 2024 hanya 37 poin. Sementara Singapura jauh lebih baik karena tak main-main soal korupsi,” ucapnya.
Sebagai informasi, PK Setya Novanto dikabulkan oleh majelis hakim MA yang dipimpin Surya Jaya bersama dua anggota majelis, yakni Sinintha Yuliansih Sibarani dan Sigid Triyono.
Selain memotong masa hukuman pokok, MA juga mengurangi larangan menjabat jabatan publik dari lima tahun menjadi dua tahun enam bulan.
Padahal, dalam kasus e-KTP, Setnov dinyatakan terbukti menerima lebih dari USD 7 juta serta satu jam tangan mewah Richard Mille, merugikan negara hingga Rp2,6 triliun.
Sebelumnya ia divonis 15 tahun penjara dan diminta membayar uang pengganti. Jika tidak dibayar, harta bendanya akan disita dan diganti dengan tambahan dua tahun penjara.
Editor : Id Amor
Follow Berita Zona Faktual News di TikTok