Maka konklusi daripada fenomena hukum berbalut politik dan kekuasan, yang berupa pemanggilan KPK terhadap Hasto dan sita HP, kemudian mempublish ancaman, akan tangkap Masiku “dalam waktu seminggu,” amat mudah dibaca arahnya, dan tidak mustahil KPK atau utusannya, sudah bertemu 4 mata atau 6 mata atau 8 mata dengan Harun Masiku dan mungkin saja Masiku sudah berada pada lokus KPK lines.
Sehingga, semakin jelas ada benang merah, politik-hukum yang sebenarnya bermaksud menyeret serta Megawati sang pemilik partai wong cilik, selaku Ketum PDIP karena ada kausalitas berawal gratifikasi dari Harun Masiku kepada Wahyu Setiawan atas tuduhan menerima gratifikasi dan terbukti Wahyu divonis selama 6 tahun penjara, dan KPK pasti telah memiliki alat bukti tanda tangan pengesahan dari sekjen-ketum organisasi partai PDIP.
Maka inilah sebagai bukti KPK berpolitik praktis dan pesanan entah dari siapa, namun “prediksi subjek hukumnya sama, dia- dia juga stake holder” yang saat ini sedang stress berat, karena dirundung bakal banyak peristiwa tanggung jawab dusta hukum yang Dia tabur sebelumnya, termasuk melawan temuan tuduhan publik, bahwa dirinya nir moralitas karena menggunakan ijasah palsu S.1 dari UGM“
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dan Masiku memang butuh kembali ke negaranya, kadung apapun yang bakal terjadi daripada tak jelas kehidupannya dan selalu dikejar bayang-bayang ketakutan, maka Masiku siap tampil simbiosis mutualisme, sekalipun dia dijadikan tameng bargaining dengan rezim politik kekuasaan.
Latarbelakang Jokowi Khianati Megawati dan PDIP.
Flashback, mengapa Jokowi melakukan penghianatan selaku petugas partai, lalu mengapa KPK dapat dituduh bermain politik praktis serta ditunggangi dalam pemenuhan tupoksinya terkait kasus pure hukum tentang delik gratifikasi Harun Masiku dan eks komisioner KPU. Wahyu Setiawan ? Dimana letak benang merah politik hukumnya tehadap Hasto dan Megawati ?
Tentunya kronologis peristiwa hukum dan politik yang ada yang akan terbaca didalam beberapa penggalan alinea dari artikel ini, lalu dapat menjadi ilustrasi historis pengkhianatan yang mendekati estimasi faktual. Selanjutnya ;
1 Bahwa ada kumulasi peristiwa internal dalam tubuh PDIP. Di antaranya ada erat hubungannya dengan wacana beberapa pembantu kabinet, agar Jokowi menjabat presiden selama 3 periode. Namun ditolak mentah mentah oleh empunya partai, Ketum Partai PDIP. Megawati, karena melanggar konsitusi;
2 Lalu, sang majikan partai pun pada hari pertama ramadhan pada tahun 2023 menitahkan atas nama partai menugaskan Ganjar Pranowo, sebagai anggota dan petugas partai yang bakal menjadi bakal calon Presiden RI untuk pilpres 2024. Jasmerah, pengumuman resmi partai ini di Batu Tulis, Bogor, Jawa Barat. Dan dihadiri langsung oleh Jokowi.
3 Setelah pengumuman Batu Tulis, Bogor, Jokowi nampak sumringah, sekembalinya, hari itu juga, Jokowi mengajak Ganjar bersamanya ke Solo, Surakarta, naik pesawat kepresidenan.
Pastinya Publik tidak boleh menuduh ada pembicaraan khusus 4 mata antara Jokowi dan Ganjar, tentang adakah usulan dari Jokowi sebagai win-win solution, dikarenakan presiden 3 (tiga) periode ditolak, “lalu menyampaikan melalui Ganjar” untuk menjadikan Gibran putranya sebagai wapres Ganjar ? Ternyata jika ada niatan barteran politik ala mafioso, selesai sudah, faktanya tertolak ;
Yah wes lah ada pilihan cantik, dengan dimulai mesin politik PDIP. Budiman Sudjatmiko, yang berbasis sosialisme, ahli strategi politik UU. Desa (wong cilik ala proletarian) yang lebih dulu hijrah ke Prabowo eks seterunya saat menjadi aktivis. Tak lama Jokowi pun seolah mengikuti Budiman dengan cara menggeser ke basis Prabowo, Menhan anak buahnya di kabinet Indonesia Maju.
Kemudian, nampak jelas ada gejala-gejala kegelisahan prabowo, pada hari diumumkannya Ganjar menjadi bakal Capres di Batu Tulis, karena nyata Prabowo dengan pesawat yang berbeda langsung terbang ke Solo dan bertemu dengan Jokowi serta Gibran, dan nampak setelahnya Prabowo semakin ndoro kepada Jokowi dan ketat menempel Jokowi, termasuk dengan berbagai bentuk puji-pujian kepada diri Jokowi, yang nampak tak masuk akal.
Sehingga kegalauan dan keresahan Prabowo terbaca oleh pengamat hukum dan politik, lalu Jasmerah ada artikel setelah 5 hari, Iedul Fitri 2023 yang inti narasi materinya, “andai Prabowo mau menang pilpres harus berpasangan dengan Iriana Jokowi atau Gibran”.
Halaman : 1 2 3 4 5 Selanjutnya





















