Zonafaktualnews.com – Impor beras sebanyak 2,2 juta ton tahun ini tidak berhasil menekan harga beras di dalam negeri.
Ironinya, proses impor serta demurrage (denda bongkar muat) ada dugaan dikorupsi hingga merugikan negara hampir Rp3 triliun.
Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada Senin (8/7/2024), harga beras terus mengalami kenaikan.
Pada minggu pertama Juli 2024, tercatat kenaikan sebesar 0,26 persen dibandingkan dengan Juni 2024.
Lebih mengkhawatirkan lagi, jumlah daerah yang mengalami kenaikan harga beras terus bertambah signifikan setiap minggunya.
Data BPS mencatat bahwa pada minggu pertama Juli ini, sebanyak 109 kabupaten/kota mengalami kenaikan harga beras, dengan harga rata-rata mencapai Rp15.077 per kilogram (kg).
“Peningkatan jumlah kabupaten/kota yang mengalami kenaikan harga beras terus meningkat. Pada minggu pertama Juli, harga beras naik di 109 kabupaten/kota,” ujar Plh Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, M Habibullah, Senin (8/7/2024).
Habibullah menambahkan bahwa tren kenaikan harga ini konsisten sejak minggu kedua Juni 2024, dengan jumlah kabupaten/kota yang mengalami kenaikan bertambah dari 59 pada awalnya menjadi 70 pada minggu ketiga, dan 75 pada minggu keempat Juni.
Selama periode Januari-Mei 2024, Perum Bulog telah melakukan impor beras sebanyak 2,2 juta ton secara berkala, dengan mempertimbangkan neraca perberasan nasional dan fokus pada penyerapan beras dan gabah dalam negeri.
Studi Demokrasi Rakyat (SDR) sebelumnya melaporkan dugaan mark-up harga beras impor sebesar 2,2 juta ton senilai Rp2,7 triliun ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (3/7/2024).
Selain itu, SDR juga mengungkapkan dugaan kerugian negara akibat demurrage sebesar Rp294,5 miliar.
Secara keseluruhan, diperkirakan kerugian negara akibat dugaan korupsi dan demurrage hampir mencapai Rp3 triliun.
Direktur Eksekutif SDR, Hari Purwanto, menekankan pentingnya KPK segera memeriksa Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, serta Direktur Utama Perum Bulog, Bayu Krisnamurthi.
“Kami berharap laporan kami dapat menjadi masukan dan pertimbangan bagi Ketua KPK dalam menangani kasus yang kami laporkan,” ujar Hari.
Berdasarkan data yang dikemukakan Hari, perusahaan Vietnam bernama Tan Long Group sebelumnya menawarkan impor beras sebanyak 100.000 ton dengan harga antara 538 dolar AS per ton (FOB) dan 573 dolar AS per ton (CIF).
Data dari BPS menunjukkan bahwa impor beras pada Maret 2024 mencapai 567,22 ribu ton dengan total nilai 371,60 juta dolar AS, atau sekitar 655 dolar AS per ton. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan penawaran dari Tan Long Group.
Dengan mengasumsikan harga tertinggi dari Tan Long Group sebesar 573 dolar AS per ton, terdapat selisih sebesar 82 dolar AS per ton.
Jika dikalikan dengan total impor beras 2,2 juta ton tahun 2024, selisihnya mencapai 180,4 juta dolar AS atau sekitar Rp2,7 triliun dengan kurs Rp15.000/dolar AS. Ini merupakan dugaan kerugian negara dari perbedaan harga beras impor.
Sementara itu, kerugian negara akibat demurrage diperkirakan mencapai sekitar Rp294,5 miliar karena kontainer berisi beras impor ‘parkir’ terlalu lama di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan Tanjung Perak, Surabaya dari pertengahan hingga akhir Juni 2024.
Menyikapi tudingan ini, Direktur Utama Perum Bulog, Bayu Krisnamurthi, segera merespons dengan mengklarifikasi bahwa Perum Bulog telah menghitung total biaya demurrage yang umumnya tidak melebihi 3 persen dari nilai impor.
“Biaya demurrage, seperti biaya despatch, merupakan konsekuensi logis dari mekanisme ekspor-impor,” pungkasnya
Editor : Id Amor
Follow Berita Zona Faktual News di Google News





















