Zonafaktualnews.com – Dana triliunan rupiah milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Selatan dan Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar tercatat masih mengendap di bank.
Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menyebut, hingga Oktober 2025, saldo dana milik Pemprov Sulsel mencapai Rp1,28 triliun, sementara dana Pemkot Makassar masih parkir Rp1,06 triliun.
Temuan ini menambah daftar panjang daerah dengan serapan anggaran rendah di tengah tahun berjalan.
Padahal, dana sebesar itu seharusnya sudah berputar di masyarakat melalui proyek pembangunan dan kegiatan ekonomi daerah.
Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman menjelaskan, seluruh keuangan daerah saat ini memang terpusat di Bank Sulselbar sesuai ketentuan.
“Semuanya di Bank Sulselbar, setahu saya memang tidak boleh didepositokan di bank lain,” ujar Andi Sudirman kepada wartawan, Jumat (24/10/2025).
Sudirman mengatakan, pencatatan kas anggaran telah mengalami perubahan sejak Oktober. Menurutnya, dana yang tampak mengendap sejatinya adalah pembayaran yang telah dikomitmenkan kepada rekanan kontraktor, namun belum ditarik.
“Itu bukan dana nganggur. Itu komitmen yang sudah tercatat, tinggal menunggu proses pencairan,” jelasnya.
Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) per Oktober 2025, realisasi belanja APBD Pemprov Sulsel baru mencapai 56,15 persen, sedangkan realisasi pendapatan sudah menyentuh 70,39 persen.
Meski masih dikategorikan “zona hijau”, Kemendagri memberi catatan keras, posisi Sulsel nyaris masuk zona merah jika serapan tak segera digenjot menjelang akhir tahun.
Sekretaris Daerah Provinsi Sulsel, Jufri Rahman, menegaskan lambannya penyerapan bukan sepenuhnya kesalahan daerah.
Menurutnya, sejak awal tahun pemerintah daerah dipaksa melakukan penyesuaian besar akibat Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja.
“Jangan langsung menyalahkan daerah. Di awal tahun, Inpres keluar dan meminta efisiensi besar-besaran. Ada pengurangan belanja, bahkan sebagian dana ditarik ke pusat,” terang Jufri.
Jufri menambahkan, akibat kebijakan itu, banyak regulasi APBD harus disesuaikan ulang, sehingga belanja baru bisa bergulir efektif di pertengahan hingga akhir tahun.
Di sisi lain, Wali Kota Makassar Munafri Arifuddin (Appi) juga mengakui serapan anggaran Pemkot Makassar masih jauh dari ideal. Appi menyebut sejumlah faktor ikut memperlambat realisasi program.
“Ada masa transisi pemerintahan, kebijakan efisiensi dari pusat, dan perubahan sistem pengadaan barang dan jasa. Itu semua mempengaruhi laju penyerapan,” jelas Appi, Kamis (23/10/2025).
Appi menegaskan, Pemkot kini tengah menggenjot kinerja setiap Organisasi Perangkat Daerah (OPD) agar realisasi belanja mencapai target 90 persen hingga akhir tahun.
“Saya paksa OPD untuk membayar kegiatan tiap hari. Kita maksimalkan agar uang segera berputar di masyarakat,” tegasnya.
Menurutnya, uang pemerintah tidak boleh terlalu lama mengendap di bank karena akan menahan perputaran ekonomi lokal.
“Bikin apa uang kalau mengendap? Kalau uang turun ke masyarakat, otomatis ekonomi jalan,” ujarnya.
Sementara itu, Sekretaris Kota Makassar Andi Zulkifly Nanda, yang juga Ketua TAPD, mengaku terus melakukan monitoring dan evaluasi (monev) rutin terhadap seluruh OPD.
Zulkufly menyoroti hambatan teknis, terutama dalam sistem pengadaan barang dan jasa yang baru diperbarui ke versi 6.
“Ada keterlambatan di sistem versi 5 ke versi 6, tapi itu sudah teratasi. Sekarang fokus kita mendorong OPD besar seperti PU, Pendidikan, dan Kesehatan untuk percepat realisasi,” ujar Zulkifly.
Kebijakan efisiensi belanja dari pemerintah pusat kini dianggap sebagian pejabat daerah sebagai biang kelambatan serapan anggaran.
Meski dimaksudkan untuk menekan pemborosan, Inpres Nomor 1 Tahun 2025 justru membuat banyak daerah harus menata ulang rencana keuangan di tengah tahun berjalan.
Akibatnya, dana triliunan rupiah yang seharusnya sudah bergerak di lapangan justru mengendap di rekening bank daerah.
Editor : Id Amor
Follow Berita Zona Faktual News di TikTok



















