Zonafaktualnews.com – Upaya pengungkapan praktik penyelundupan minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) oleh Tim Gabungan Investigasi Mata Elang berubah menjadi serangan balik.
Alih-alih mendapat dukungan publik, tim justru menjadi sasaran fitnah keji yang diduga kuat dilancarkan oleh jaringan mafia CPO untuk menggagalkan proses investigasi.
Kasus bermula saat tim dari Lembaga Informasi Data Investigasi Korupsi & Kriminal Republik Indonesia (LKRI), didampingi beberapa jurnalis, membongkar aktivitas penyulingan ilegal CPO dari tangki truk ke kontainer boks.
Aksi ini terjadi secara diam-diam pada dini hari, 3 Agustus 2025, sekitar pukul 02.14 WIB di kawasan Parit Adam, Desa Ambawang Kuala, Kecamatan Sungai Ambawang, Kabupaten Kubu Raya, hanya selemparan batu dari kantor Mapolres dan Polsek setempat.
Temuan ini langsung viral setelah didokumentasikan dan disebarluaskan ke media nasional. Tak berselang lama, muncul pesan WhatsApp yang menyudutkan tim investigasi.
Dalam pesan itu, mereka dituduh meminta uang dari pemilik gudang ilegal. Fitnah ini diduga berasal dari oknum yang memiliki kepentingan dalam praktik penyelundupan CPO.
Ketua Tim Gabungan, Rabudin Muhammad, membantah keras tudingan tersebut dalam konferensi pers pada 4 Agustus 2025.
“Ini pencemaran nama baik. Kami minta siapa pun yang menuduh menunjukkan bukti konkret. Jangan hanya asal bicara. Ini jelas upaya membungkam jurnalis dan tim investigasi,” tegas Rabudin. Selasa (5/8/2025)
Tak hanya diserang dengan fitnah, tim juga mengaku mendapat teror fisik. Salah satu anggota mereka dibuntuti oleh mobil putih misterius usai meninggalkan lokasi pembongkaran.
Dugaan kuat, itu adalah bentuk intimidasi dari kaki tangan mafia yang terganggu dengan pengungkapan jaringan ilegal ini.
Dalam proses penggalian data, tim investigasi berhasil mengorek pengakuan dari seorang pengusaha berinisial SB.
Ia mengakui telah membeli CPO hasil “kencingan” atau penyulingan ilegal yang dijual oleh sopir truk tangki.
SB menyebut bahwa praktik ini marak terjadi karena rendahnya upah sopir dari perusahaan tempat mereka bekerja.
Dalam rekaman telepon yang diterima tim, SB juga menyebut nama Hendro sebagai pengelola gudang penyulingan, dan menyebut inisial DD sebagai aktor utama yang diduga menjadi pemodal dan pengendali operasi ini.
Saat hendak dimintai keterangan, Hendro menolak hadir dan bahkan menunjukkan sikap mengejek.
“Kami menduga para mafia ini merasa kebal hukum. Ini bukan sekadar pelanggaran hukum biasa, tapi juga penghinaan terhadap konstitusi dan UU Pers,” lanjut Rabudin dalam pernyataan resmi.
Kecurigaan semakin menguat karena tim juga menemukan indikasi adanya keterlibatan oknum aparat yang diduga memberi perlindungan terhadap jaringan mafia tersebut. Saat ini, dugaan tersebut tengah didalami lebih lanjut.
Rabudin menegaskan bahwa pihaknya akan tetap berpegang teguh pada hukum dan prinsip-prinsip kerja jurnalistik.
Ia merujuk pada UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang memberikan ruang hak jawab namun tidak membenarkan penyebaran fitnah tanpa bukti.
“Jangan sampai kebenaran dikalahkan oleh hoaks dan fitnah. Kami tunduk pada hukum, bukan tekanan mafia. Ini adalah tanggung jawab moral kami di mata publik, sejalan dengan instruksi Presiden, Kapolri, Mahkamah Agung, dan pidato tegas Kapolda Kalbar untuk memberantas praktik ilegal di Kalbar,” pungkasnya.
Editor : Id Amor
Follow Berita Zona Faktual News di TikTok





















