Zonafaktualnews.com – KPK kini mengoptimalkan strategi langkah “Open BO” guna mencegah korupsi dan pencucian uang.
Open BO yang dimaksud bukanlah tentang praktik “bisnis lendir”, melainkan Beneficial Ownership (BO) atau keterbukaan data Pemilik Manfaat yang memungkinkan lembaga negara mengetahui siapa pemilik sebenarnya di balik setiap korporasi.
Jubir KPK Budi Prasetyo menekankan bahwa strategi ini menjadi kunci dalam memperkuat sistem ekonomi dan pemerintahan yang transparan.
Menurutnya, data BO berperan seperti peta harta tersembunyi yang memudahkan penelusuran aset hasil tindak pidana serta mempercepat pemulihan kerugian negara.
Ketua KPK Setyo Budiyanto menambahkan, keterbukaan data BO memungkinkan lembaga negara melakukan due diligence dan background check secara lebih efektif terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam aktivitas bisnis maupun pemerintahan.
“Transparansi data BO lebih efektif dalam memperkuat integritas sistem ekonomi serta mencegah penyalahgunaan entitas korporasi untuk tindak pidana korupsi,” ujarnya.
Praktik korupsi sering disamarkan melalui lapisan kepemilikan korporasi semu. Seperti aktor yang mengenakan topeng, data BO yang akurat, terverifikasi, dan terbuka menjadi kunci untuk membongkar penyamaran tersebut.
Dalam forum nasional yang berlangsung di Kantor Ditjen AHU Kementerian Hukum pada 6 Oktober, KPK menekankan pentingnya kolaborasi lintas lembaga.
Acara ini juga menandai penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) tentang Pemilik Manfaat antara KPK, KemenESDM, Kemendagri, KPPU, dan Kadin Indonesia.
Sebagai bagian dari strategi ini, BO Gateway diluncurkan sebagai sistem digital yang memungkinkan integrasi dan verifikasi data kepemilikan korporasi antar-lembaga.
Ketua KPK Setyo menegaskan, sistem ini akan memperkuat akuntabilitas, meningkatkan transparansi, dan menumbuhkan kepercayaan publik terhadap dunia usaha.
“Transparansi BO bukan hanya tentang data administratif, tetapi tentang membangun fondasi kepercayaan publik dan memperkuat pencegahan korupsi di semua sektor,” ungkap Setyo.
KPK melalui Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) juga menetapkan keterbukaan data BO sebagai prioritas nasional 2025–2026.
Fokus utama adalah integrasi sumber informasi seperti data pajak, transaksi keuangan, kepemilikan tanah dan bangunan, serta data kependudukan.
Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas menyampaikan, peluncuran BO Gateway menutup celah penyalahgunaan data korporasi.
“Selama ini masih ditemukan pemilik manfaat yang mencatut nama orang lain, bahkan pejabat tinggi. Karena itu, sistem self-declaration kini dihapus dan seluruh pelaporan wajib melalui notaris,” jelasnya.
Menurut Supratman, sistem pelaporan terverifikasi ini juga berpotensi meningkatkan penerimaan negara.
“Dengan sistem BO yang terintegrasi, potensi pajak bisa naik signifikan antara Rp500 miliar hingga Rp800 miliar per tahun,” tambahnya.
Sekretaris Jenderal Kementerian Hukum, Nico Afinta, memaparkan data bahwa dari total 3,55 juta korporasi yang wajib melaporkan BO, baru 1,82 juta atau sekitar 51,7% yang patuh. Artinya, masih ada lebih dari 1,73 juta korporasi yang belum melaporkan data pemilik manfaat.
“Untuk menjawab tantangan ini, kami memperkuat mekanisme verifikasi aktif melalui Permenkumham Nomor 2 Tahun 2025,” ungkap Nico.
Aturan baru ini mengadopsi konsep multi-probe approach dari Financial Action Task Force (FATF), yang memungkinkan validasi data lintas lembaga tanpa bergantung pada pelaporan mandiri.
Dengan mekanisme ini, data BO diverifikasi secara menyeluruh dari berbagai sumber, termasuk perpajakan, transaksi keuangan, dan kepemilikan aset.
Tujuannya, transparansi korporasi menjadi instrumen ampuh untuk mencegah korupsi dan pencucian uang, serta kejahatan keuangan lainnya.
Forum nasional ini dihadiri sejumlah pejabat tinggi negara, antara lain Menko Polhukam Yusril Ihza Mahendra, Wamenkumham Eddy Hiariej, anggota Komisi V DPR RI Novita Wijayanti, Irjen Kemendagri Sang Made Mahendra Jaya, serta Deputi Bidang Informasi dan Data KPK Eko Marjono.
“KPK berharap, melalui sinergi lintas lembaga dan sistem BO Gateway yang terintegrasi, Indonesia dapat memperkuat integritas korporasi dan memperbaiki Indeks Persepsi Korupsi (IPK) secara berkelanjutan,” tutup Jubir KPK Budi Prasetyo.
Editor : Id Amor
Follow Berita Zona Faktual News di TikTok