Zonafaktualnews.com – Polri diam soal ribuan korban keracunan massal dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG). Padahal, data yang dihimpun mencatat sudah 7.368 orang menjadi korban.
Angka fantastis ini membuat publik kian resah dan mempertanyakan akuntabilitas penyelenggara program.
Mantan Anggota Ombudsman RI, Alvin Lie, ikut menyoroti kejanggalan tersebut. Menurutnya, yang paling aneh justru sikap aparat penegak hukum.
Polri dinilai belum juga mengambil langkah hukum tegas terhadap penyelenggara MBG, meski jumlah korban sudah mencapai ribuan.
“Anehnya, Polri tidak melakukan tindakan hukum penyelenggara Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG),” katanya lewat akun X miliknya, Minggu (28/9/2025).
Kasus ini pun menjadi sorotan karena menyangkut tanggung jawab negara dalam menyediakan makanan sehat, aman, dan bergizi bagi masyarakat.
“Tapi ketika ada keracunan saat hajatan, Polri gercep periksa yang punya gawe dan katering,” sentilnya.
Kritik Alvin tersebut mencerminkan keresahan banyak pihak. Publik bertanya-tanya mengapa perlakuan hukum bisa berbeda, padahal kasus keracunan massal MBG skalanya jauh lebih besar dan menyangkut keselamatan ribuan orang.
Diberitakan sebelumnya, Program Makan Bergizi Gratis (MBG) kacau balau. Jumlah siswa yang menjadi korban keracunan akibat program ini kini tembus 7.368 orang.
Data terbaru tersebut dirilis oleh Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) pada Jumat (26/9/2025) pukul 21.00 WIB.
Founder sekaligus CEO CISDI, Diah Saminarsih, mengatakan pemerintah harus segera melakukan moratorium atau penghentian sementara program MBG.
Menurutnya, kasus keracunan massal yang sudah menimpa ribuan siswa ini menjadi bukti bahwa tata kelola MBG masih amburadul dan jauh dari standar keamanan pangan.
“Dengan adanya korban yang jumlahnya sudah 7.368 ini kami mendorong pemerintah agar melakukan moratorium atau pemberhentian sementara,” ujar Diah dikutip dalam program Kompas Siang Kompas TV, Sabtu (27/9/2025).
Lebih lanjut, Diah menegaskan bahwa selama masa moratorium, anggaran MBG sebaiknya dialihkan untuk perbaikan tata kelola, penguatan regulasi, peningkatan kapasitas kelembagaan Badan Gizi Nasional (BGN), hingga pengawasan kualitas makanan di lapangan.
“Kami berharap ini bisa secara signifikan membalik keadaan yang sekarang boleh dibilang kacau, supaya tidak lagi terjadi korban,” tegasnya.
CISDI mencatat, keracunan MBG telah menyebar di 52 kabupaten/kota, dengan jumlah korban terbanyak di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Di wilayah Pongkor saja, kasus keracunan mencapai 1.333 siswa
Diah juga menduga jumlah korban sebenarnya bisa lebih banyak dari angka yang saat ini dilaporkan, mengingat belum semua daerah melakukan pencatatan maksimal.
Data Badan Gizi Nasional (BGN) sebelumnya menunjukkan, sejak Januari hingga September 2025, total kasus keracunan MBG mencapai 5.914 orang.
Rinciannya, Januari (94 kasus), Februari (496), April (313), Mei (433), Juli (380), Agustus (1.988), dan September (2.210 kasus). Sementara pada Maret dan Juni tidak ditemukan adanya kasus keracunan MBG.
BGN menjelaskan, penyebab utama keracunan berasal dari berbagai bakteri berbahaya.
Di antaranya e-coli yang ditemukan pada air, nasi, tahu, dan ayam; staphylococcus aureus pada tempe dan bakso; salmonella pada ayam, telur, dan sayur; serta bacillus cereus pada mie.
Selain itu, sejumlah sumber air juga terkontaminasi coliform, Klebsiella, hingga Proteus.
Wakil Kepala BGN, Nanik S. Deyang, bahkan sampai menitikkan air mata saat mengakui kelemahan pengawasan program MBG.
“Kami mengaku salah atas insiden pangan ini. Sewaktu anak sakit, itu adalah tanggung jawab kami. Kesalahan kami sebagai pelaksana yang harus diperbaiki total,” ucapnya di Kantor BGN, Jumat (26/9/2025).
Editor : Id Amor
Follow Berita Zona Faktual News di TikTok