Zonafaktualnews.com – Kapolrestabes Makassar, Kombes Pol Arya Perdana, menanggapi bantahan pengacara oknum guru SD Inpres Mangga Tiga, IPT (32), terkait kasus dugaan kekerasan seksual.
Arya menegaskan bahwa penyidikan didasarkan pada keterangan korban dan alat bukti, bukan pengakuan tersangka.
“Yang saya sampaikan adalah sesuai dengan keterangan korban dan alat bukti lainnya yang sudah menyatakan bahwa tersangka diduga melakukan tindak pidana yang dituduhkan,” ujar Kombes Pol Arya Perdana yang dikonfirmasi zonafaktualnews.com melalui pesan WhatsApp, Minggu (5/10/2025).
Kapolrestabes Makassar juga mengatakan bahwa keterangan tersangka tidak menjadi patokan dalam penyidikan.
“Keterangan tersangka mengakui atau tidak bahkan ada dalam BAP tersangka atau tidak itu bukan patokan dalam penyidikan, karena keterangan tersangka bukan alat bukti,” ungkapnya.
“Tersangka boleh mengakui boleh juga tidak, itu sebabnya tersangka tidak disumpah dalam memberikan keterangan karena keterangannya tidak dianggap alat bukti,” tambahnya.
Lebih lanjut, Arya menyatakan bahwa keterangan saksi yang diucapkan di bawah sumpah wajib dijadikan alat bukti.
“Kalau keterangan saksi mereka disumpah atas keterangannya karena keterangannya wajib benar karena dijadikan alat bukti dalam penyidikan,” ujarnya.
Kapolrestabes Makassar menegaskan bahwa alat bukti seperti keterangan korban dan hasil visum menjadi acuan utama dalam penyidikan.
“Dari hasil visum, ditemukan tanda robekan serta perdarahan pada area genital korban yang memperkuat laporan tersebut,” ucap Arya.
Arya menegaskan, tersangka dijerat dengan Pasal 81 UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak dan UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Ancaman hukuman minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun penjara, serta denda hingga Rp5 miliar.
“Karena pelaku adalah tenaga pendidik, ancaman hukumannya diperberat sepertiga,” tambah Arya.
Arya juga menegaskan bahwa pihaknya tidak akan memberi kesempatan apapun kepada guru bejat tersebut, termasuk upaya restorative justice atau perdamaian.
“Tidak ada mediasi atau restorative justice dalam kasus kekerasan seksual. Proses hukum akan tetap berjalan sampai ada putusan pengadilan,” tegas Arya.
Seperti diketahui, pengacara oknum guru SD Inpres Mangga Tiga, IPT (32), Amiruddin Lili, angkat bicara usai kliennya ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan kekerasan seksual terhadap siswinya, SKA (12).
Amiruddin menegaskan, kliennya sama sekali tidak pernah melakukan persetubuhan dengan korban sebagaimana yang ramai diberitakan.
“Bahwa tersangka Saudara IPT disebut telah mengakui perbuatan yang tidak pernah dilakukan, seperti di pemberitaan itu, tidak benar,” ujar Amiruddin kepada wartawan, Sabtu (4/10/2025).
Menurutnya, perbuatan kliennya hanya sebatas percakapan mesra melalui chat, bukan pelecehan seksual fisik seperti yang disampaikan Kapolrestabes Makassar, Kombes Pol Arya Perdana dalam konferensi pers kemarin.
“Saya sudah dua kali mendampingi tersangka, baik saat penyelidikan maupun pemeriksaan. Tidak ada keterangan dalam BAP yang menyebutkan klien saya mengakui melakukan hubungan badan dengan korban,” tegasnya.
Amiruddin pun menyayangkan pernyataan Kapolrestabes yang menyebut IPT telah menyetubuhi korban hingga tujuh kali. Ia menilai keterangan itu kemungkinan besar bersumber dari laporan korban.
“Saya keberatan dengan pernyataan tersebut. Perlu dipastikan apakah itu benar berdasarkan BAP, atau hanya opini publik dan pemberitaan media. Hal ini harus diluruskan agar tidak terjadi penggiringan opini,” jelasnya.
Lebih lanjut, Amiruddin menyebut hasil BAP sejauh ini hanya menunjukkan adanya pelecehan verbal. Hal itu sejalan dengan pengakuan IPT kepada dirinya sebagai kuasa hukum.
Terkait dugaan meraba atau persetubuhan, Amiruddin menegaskan kliennya hanya pernah memegang pundak korban sebagai bentuk perhatian.
“Yang diakui klien saya sebatas komunikasi lewat chat, seperti menggunakan emoji hati dan love, sebagai bentuk perhatian. Kebetulan korban adalah ketua kelas, sehingga ia mendapat perhatian lebih. Untuk pelecehan fisik sama sekali tidak ada,” katanya.
Amiruddin juga menanggapi hasil visum yang sempat diberitakan menunjukkan adanya luka robek. Menurutnya, hal itu tidak otomatis membuktikan persetubuhan.
“Kalaupun visum menemukan luka, itu belum tentu akibat perbuatan klien saya. Bisa ada penyebab lain. Jadi tidak bisa serta-merta dijadikan bukti,” ujarnya.
Ia menambahkan, upaya damai seharusnya bisa menjadi jalan terbaik bagi kedua belah pihak. Apalagi sebelumnya memang kedua belah pihak telah sepakat berdamai.
“Setahu saya, hukum yang tertinggi itu adalah perdamaian. Negara harus memberikan keadilan, bukan hanya bagi korban, tapi juga bagi terlapor,” pungkasnya.
(Id Amor)
Follow Berita Zona Faktual News di TikTok