Skema Karbon Dinilai Tak Transparan, FORBINA Minta Audit Total Proyek Leuser

Kamis, 22 Mei 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Direktur Eksekutif Forum Bangun Investasi Aceh (FORBINA), Muhammad Nur

Direktur Eksekutif Forum Bangun Investasi Aceh (FORBINA), Muhammad Nur

Zonafaktualnews.com – Direktur Eksekutif Forum Bangun Investasi Aceh (FORBINA), Muhammad Nur, mendesak PT Pembangunan Aceh (PEMA) untuk mengambil alih sepenuhnya pengelolaan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) yang memiliki luas lebih dari 1,8 juta hektare.

Menurutnya, pengelolaan kawasan strategis tersebut saat ini lebih banyak dikendalikan oleh lembaga konservasi dan entitas asing melalui skema bisnis karbon yang belum transparan dan mengabaikan kedaulatan daerah.

“Leuser itu milik Aceh. Sesuai UUPA Pasal 150, Pemerintah Aceh punya wewenang atas hutannya. Jangan hanya diberi jatah 100 ribu hektare dalam skema kerja sama. Ini pengerdilan peran Pemerintah Aceh, sekaligus bentuk penipuan publik dengan isu karbon,” kata Muhammad Nur, Kamis (22/5/2025).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Muhammad Nur juga menyoroti adanya proyek Result Based Payment (RBP) REDD+ yang mengalokasikan dana sebesar USD 1,7 juta khusus untuk Provinsi Aceh.

Nur menegaskan bahwa dana tersebut tidak dikelola langsung oleh Pemerintah Provinsi Aceh, melainkan disalurkan melalui Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) di bawah Kementerian Keuangan.

BACA JUGA :  Forbina Nilai Kasus KPPA Potret Nyata Lemahnya Ketegasan Pemerintah Daerah

“Dana itu tidak bisa langsung diakses oleh pemerintah daerah. Harus melalui lembaga perantara (Lemtara) yang diakui BPDLH. Ada 28 Lemtara yang sudah terdaftar secara resmi, dan salah satunya yang berhasil mendapatkan akses dana tersebut adalah Yayasan PETAI,” ungkapnya.

Ia mempertanyakan mekanisme distribusi dan akuntabilitas dana ini, serta menekankan bahwa skema semacam ini berpotensi menjauhkan manfaat karbon dari masyarakat Aceh.

“Kalau pemerintah daerah tidak diberi akses langsung, lalu siapa yang menentukan arah pemanfaatannya? Masyarakat Aceh tidak boleh hanya jadi objek, mereka harus tahu dan ikut menikmati,” tegasnya.

Muhammad Nur juga mendesak Pemerintah Aceh untuk membangun arsitektur tata kelola hutan yang berdaulat dan berbasis daerah. Menurutnya, BUMD kabupaten harus menjadi aktor utama dalam bisnis jasa lingkungan, bukan hanya penonton.

BACA JUGA :  Forbina Minta Pemerintah Terapkan Kebijakan Bagi Hasil Sawit di Luar Pajak dan CSR

Selain itu, ia menyoroti peran ganda beberapa lembaga konservasi dalam konservasi dan transaksi karbon, yang dinilainya mengandung konflik kepentingan.

“Sudah saatnya seluruh kerja sama yang berkaitan dengan Leuser diaudit secara menyeluruh. Jika terbukti tidak berpihak pada kepentingan rakyat Aceh, lebih baik dibatalkan,” tegasnya.

Forbina tetap mendukung PT PEMA sebagai entitas bisnis daerah untuk memimpin sektor jasa lingkungan. Namun, ia mengingatkan agar PEMA tidak menjadi alat kepentingan elit atau pihak asing.

“Kalau PEMA serius, jangan hanya kelola 100 ribu hektare. Ambil alih seluruh kawasan 1,8 juta hektare demi kesejahteraan rakyat Aceh,” ujarnya.

Ia juga menyoroti besarnya dana yang telah digelontorkan untuk konservasi, namun minim dampak bagi masyarakat. Pada 2023, Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) menerima dana APBN melalui KLHK sebesar Rp29 miliar.

Dukungan donor mencapai Rp89 miliar, ditambah alokasi dari BPJN Aceh sebesar Rp82,3 miliar untuk pembangunan infrastruktur konservasi hingga 2032.

BACA JUGA :  FORBINA Soroti Aroma Politis di Rotasi BPMA, Menteri ESDM Diminta Selidiki

Total dana konservasi dan penanganan konflik satwa di Aceh mencapai Rp201,2 miliar, namun konflik satwa seperti kematian gajah masih terjadi.

“Akhiri monopoli konservasi atas nama hutan Aceh. Leuser adalah milik rakyat Aceh, bukan milik segelintir elit karbon,” pungkas Muhammad Nur.

Sebagai bentuk dukungan terhadap penguatan peran daerah dalam tata kelola karbon, FORBINA juga menyambut baik langkah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang mengeluarkan Surat Edaran Nomor SE.4/MENHUT/SETJEN/KUM.02/05/2025 tentang penundaan sementara pelaksanaan pasar karbon berbasis sektor kehutanan.

Muhammad Nur menilai keputusan ini memberi ruang bagi evaluasi menyeluruh terhadap mekanisme pasar karbon dan memberi peluang untuk merancang ulang tata kelola yang lebih adil, transparan, dan berpihak kepada daerah serta masyarakat lokal.

(RL/ID)
Follow Berita Zona Faktual News di TikTok

Berita Terkait

Forbina Minta Pemerintah Terapkan Kebijakan Bagi Hasil Sawit di Luar Pajak dan CSR
JK Ngamuk! Lahan 16,4 Hektare Miliknya di Makassar Dirampok Mafia Tanah
Senator Aceh “Semprot” Menteri Keuangan soal Ketimpangan Fiskal yang Membelit
Walhi Soroti Ketertutupan Medco, Dana CSR di Aceh Timur Diduga Tak Tepat Sasaran
ASN di Jeneponto Ribut dengan Polisi di Tempat Karaoke, Gara-gara LC dan Miras
Supermoon Terbesar 2025 Terjadi Malam Ini, Disusul Kilatan Meteor di Langit Nusantara
Objek Misterius 3I/Atlas Bikin Heboh, Ramalan Baba Vanga Soal Alien Kembali Disorot
4 Hari Hilang, Bilqis di Makassar Terekam CCTV Bersama Perempuan Rambut Pirang

Berita Terkait

Kamis, 6 November 2025 - 20:57 WITA

Forbina Minta Pemerintah Terapkan Kebijakan Bagi Hasil Sawit di Luar Pajak dan CSR

Kamis, 6 November 2025 - 11:12 WITA

JK Ngamuk! Lahan 16,4 Hektare Miliknya di Makassar Dirampok Mafia Tanah

Kamis, 6 November 2025 - 09:47 WITA

Senator Aceh “Semprot” Menteri Keuangan soal Ketimpangan Fiskal yang Membelit

Rabu, 5 November 2025 - 22:17 WITA

Walhi Soroti Ketertutupan Medco, Dana CSR di Aceh Timur Diduga Tak Tepat Sasaran

Rabu, 5 November 2025 - 21:42 WITA

ASN di Jeneponto Ribut dengan Polisi di Tempat Karaoke, Gara-gara LC dan Miras

Berita Terbaru