Zonafaktualnews.com – Sebuah fakta menarik mencuat dari balik proyek penulisan ulang sejarah nasional yang saat ini tengah digarap dengan dukungan dana dari Kementerian Kebudayaan.
Seorang profesor yang dikenal sebagai pakar ekonomi kolonial memilih mundur dari tim penulis sejarah karena menolak diminta menulis bagian tentang Jokowi khususnya terkait proyek Ibu Kota Negara (IKN).
Informasi ini disampaikan oleh sejarawan Bonnie Triyana, yang juga mantan Pemimpin Redaksi Majalah Historia sekaligus anggota DPR Komisi X.
Dalam perbincangan di kanal YouTube Akbar Faizal Uncensored, dikutip Selasa (10/6/2025), Bonnie mengungkap bahwa sang profesor enggan terlibat karena merasa topik tersebut bukan bidang keahliannya, dan ia khawatir proses ini menjauh dari semangat penulisan sejarah yang objektif.
“Ada seorang ahli ekonomi kolonial yang diminta menulis bab tentang Jokowi, terutama soal IKN. Tapi dia menolak dan memutuskan mundur dari tim,” ujar Bonnie.
Menurut Bonnie, dalam jilid ke-10 dari proyek penulisan sejarah tersebut, terdapat bab berjudul Revolusi Infrastruktur yang mencantumkan subbab tentang IKN.
Sang profesor mempertanyakan urgensinya, mengingat proyek IKN sendiri belum selesai dan pemerintahan Jokowi baru saja berakhir.
“Dia merasa menulis tentang sesuatu yang belum selesai bukan bagian dari kerja akademik yang serius. Dia bilang itu belum layak disebut sejarah,” kata Bonnie.
Jajat Burhanuddin, salah satu anggota tim penulis sejarah yang juga hadir dalam diskusi tersebut, mengakui keputusan profesor tersebut. Ia menyebut sikap sang profesor sebagai bentuk profesionalisme.
“Dia ahli ekonomi kolonial, diminta menulis soal IKN dan Jokowi, tentu agak sulit. Tapi tugas kami sebagai penulis sejarah adalah mencatat program-program yang sudah dikerjakan,” ujar Jajat.
Bonnie tetap mengkritisi pendekatan tersebut. Ia menilai penyertaan IKN dalam buku sejarah saat ini terlalu terburu-buru, dan justru lebih menyerupai proyek komunikasi politik ketimbang upaya historiografi.
“Kalau objeknya masih berjalan, belum selesai, tapi sudah ditulis, itu bukan karya sejarah menurut saya. Itu produk humas, hanya informasi sepihak yang belum punya konteks sejarah yang utuh,” ucap Bonnie.
Diskusi ini pun memunculkan pertanyaan mendasar: apakah proyek yang belum rampung seperti IKN pantas masuk dalam buku sejarah nasional?
Apakah penulisan ulang sejarah ini benar-benar dilakukan untuk mendokumentasikan masa lalu secara objektif, atau sekadar membentuk narasi untuk kepentingan tertentu?
Jajat menegaskan bahwa tugas tim adalah mencatat fakta bahwa proyek IKN telah dimulai di era Jokowi, bukan menilai hasil akhirnya.
“Kalau nanti IKN tidak berlanjut, itu cerita lain. Tapi bahwa Jokowi menggagas dan membangun, itu sudah terjadi,” katanya.
Bagi sebagian akademisi seperti sang profesor, mencatat sesuatu sebagai sejarah sebelum waktunya tetaplah problematis—dan itu cukup alasan untuk mundur.
Editor : Id Amor
Follow Berita Zona Faktual News di TikTok