Zonafaktualnews.com – Karya sastra ke depannya diharapkan bisa lebih giat lagi masuk ke sekolah-sekolah, baik tingkat SD, SMP, maupun SMA.
Khususnya melalui proses kreatif siswa dalam menulis dan membaca karya puisi, baik dalam kurikulum pelajaran bahasa Indonesia maupun aktivitas ekstrakurikuler seni dan sastra.
“Seperti yang sudah sering kami lakukan melalui kegiatan komunitas sastra Obor Sastra yang saya pimpin. Keluar masuk sekolah untuk memberi motivasi agar siswa dan siswi dapat ‘melek’ terhadap karya sastra,” ujar Halimah Munawir, penyair, novelis, dan penulis perempuan Indonesia di Jakarta, Kamis pagi (2/10/2025).
Sebelumnya, dalam wawancara tertulis (Rabu, 1/10/2025), Halimah Munawir—seorang pengusaha yang tetap konsisten dan peduli pada sastra—mengatakan bahwa sastra Indonesia memiliki dunia sendiri dan tak lekang oleh zaman.
“Sastra tetap tumbuh subur dalam kondisi apa pun, di belahan bumi nusantara,” tegasnya penuh semangat.
Halimah Munawir—yang kerap diundang membaca puisi, khususnya di Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) HB Jassin di TIM Jakarta—menambahkan, sastra tak mati. Hal itu terlihat dari sejumlah daerah yang menampilkan sosok-sosok sastra dalam “unjuk rasa” berskala internasional.
“Saya rasa puisi masih bisa diminati para pejabat pemerintahan dan kaum Gen-Z. Coba lihat akun TikTok milik Penyair Rini Intama, banyak juga pengikutnya dari kaum Gen-Z yang interaktif,” jelasnya.
Namun, terkait pejabat, ia menyindir bahwa hanya sebagian kecil saja yang masih sempat membaca puisi.
“Karena dari mereka hanya sebagian kecil saja yang mau baca. Bisa dihitung dengan jari tangan,” selorohnya.
Menjawab pertanyaan apakah karya puisi masih bisa mengkritisi berbagai persoalan politik, ekonomi, dan sosial yang terjadi akhir-akhir ini di tanah air, Halimah menegaskan, justru melalui puisi kritik sosial bisa disuarakan untuk perubahan.
“Ini merupakan ‘PR’ tersendiri buat para penyair untuk terus menyuarakan kritik sosial melalui karya puisi,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia mengatakan, membaca puisi tidak seharusnya hanya dilakukan di ruang tertutup karena biasanya hanya kalangan penyair saja yang menonton.
“Ini jeruk makan jeruk, ha..ha..haa… Saya sendiri lebih suka membaca puisi di ruang publik terbuka karena langsung bisa didengar dan dinikmati masyarakat luas, khususnya warga non-sastra. Jadi sekaligus memasyarakatkan karya sastra itu sendiri. Bahkan kalau perlu karya sastra bisa masuk ke kafe-kafe juga sekolah-sekolah, agar ada regenerasi seperti yang sudah dilakukan oleh Obor Sastra,” kilahnya.
Tentang kelanjutan angkatan sastra setelah angkatan tahun 70-an, Halimah menanggapi pernyataan Octavianus Masheka, Ketua Taman Inspirasi Sastra Indonesia (TISI), yang disampaikan kepada penyair Pulo Lasman Simanjuntak usai acara peluncuran dan diskusi sastra buku antologi puisi bersama Republik Puitik dan Manifesto Jabodetabek bertema “Penyair Membaca 80 Tahun Indonesia Merdeka” di Aula PDS HB Jassin, TIM Jakarta, Minggu (28/9/2025).
“Itu sangat perlu. Kita para penyair itu ‘kan juga pelaku sejarah. Saya setuju sekali jika Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) kembali memetakan angkatan sastra. Ayo semangat teman-teman DKJ, kita buat pemetaan angkatan,” pintanya.
Mengenai proses kreatif menulis, Halimah menilai sebuah karya tanpa adanya proses kreatif ibarat sayur tanpa garam.
“Kita ‘kan kalau membaca puisi karya sendiri akan lebih menjiwai. Jadi menurut saya proses kreatif menulis perlu untuk mengembangkan imajinasi yang ada. Minimal turut serta dalam buku kumpulan puisi bersama para penyair lainnya, masuk komunitas sastra itu lebih baik,” pungkasnya.
Halimah Munawir mulai menulis buku pada tahun 1988 dengan judul Sukses Story Nilasari.
Pada tahun 2011, ia menerbitkan novel berjudul The Sinden (Gramedia). Masih bersama Gramedia, kemudian terbit novel-novelnya: Kidung Volendam, Sucinya Cinta Sungai Gangga, dan Sahabat Langit.
Pada tahun 2023, Halimah kembali menelurkan novel PADMI yang diterbitkan oleh Balai Pustaka, lalu pada tahun 2024 terbit novel Kalingga, Pada Padang Lavender (Balai Pustaka).
Selain itu, ia ikut menulis dalam sejumlah antologi puisi bersama para penyair di seluruh Indonesia. Karya puisi wanita kelahiran Cirebon, 18 Januari 1964 ini, juga terbit dalam buku antologi tunggal AKAR berisi 56 puisi pilihan (Y. Aksi, 2020), antologi bilingual Bayang Firdaus (Diomedia, 2021), serta Titik Nadir (Taresia, 2025) yang bergenre puisi religi.
Karya puisi dan cerpennya juga dipublikasikan di website cakradunia.co dan Sastra Semesta.
Wanita yang ramah dan supel ini merupakan pemilik sekaligus pencetus “Rumah Budaya HMA”, Ketua Umum Yayasan Ajang Kreativitas Anak dan Seni Indonesia, Yayasan Al-Hidayah Pondok Melati, serta Ketua Komunitas Obor Sastra.
Sehari-harinya, Halimah adalah seorang pengusaha; Komisaris PT Dian Rimalma Pratama dan Direktur Utama PT Akasia Wanaja Mulya.
Selain aktif di dunia usaha, Halimah juga anggota Kadin serta Wakil Ketua Umum II IWAPI.
Kontributor: Lasman Simanjuntak
Follow Berita Zona Faktual News di TikTok