Sudah Diprediksi 30 Tahun Lalu
Sementara itu apa kata Pulo Lasman Simanjuntak – jurnalis senior dan penyair- yang pernah punya pengalaman ‘penderitaan’ selama 14 tahun terkena musibah banjir bandang baik ketika masih bermukim di Perum Perumnas III Setia Mekar, Bekasi Timur, dan Perum Bumi Sani Permai, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi.
“Hampir 14 tahun saya mengalami kesengsaraan akibat bencana banjir bandang di Bekasi. Bahkan nyaris ‘tenggelam’ anak dan isteri saya ketika terjadi bencana banjir di Perum Bumi Sani Permai beberapa tahun lalu,” ceritanya.
“Pada sekitar pukul satu dinihari, saya mencoba menyelamatkan anak dan isteri, dan harus berenang pelan-pelan mempergunakan tali dan lampu senter menembus air banjir setinggi dada.
Selain menggigil kedinginan, saya juga terancam digigit ular-ular ganas yang berkeliaran di badan air banjir,” katanya lagi seraya menambahkan bahwa terjadi keberuntungan anak dan isteri telah ‘diselamatkan’ terlebih dahulu oleh tetangga sebelah rumah yang kebetulan rumahnya bertingkat.
“Ujung-ujungnya para oknum pejabat baik di Pemkot maupun di Pemkab Bekasi beberapa tahun lalu pasti ada unsur ‘korupsi’ dengan tidak.memperhatikan amdal, dan merubah peruntukkan pada tata ruang, serta casment area atau kawasan resapan parkir air seperti danau, situ, dan rawa yang ‘diuruk’ berton-ton tanah merah untuk kepentingan properti, permukiman, dan industri,” ujar Pulo Lasman Simanjuntak yang kini menjabat sebagai pemimpin redaksi sebuah media online ini.
Sebagai wartawan- kebetulan tugas liputan bertahun-tahun di Kementerian Pekerjaan Umum- Pulo Lasman Simanjuntak (saat itu sebagai wartawan Harian Umum SINAR PAGI-red) bersama rekan Ir. Faisal (Harian Umum POS KOTA) dan Ira Gunawan (Harian Umum KOMPAS).
Pada awal tahun 1990-an -sekitar 30 tahun lalu ketiga wartawan senior ini- telah menulis berita dan foto berulangkali tentang “bahayanya” bila Pemkot maupun Pemkab Bekasi terus melakukan PERUBAHAN untuk memberikan seenaknya perizinan peruntukkan lahan rawa, situ, sungai dan danau untuk para developer yang ‘disulap’ menjadi kawasan atau area properti mewah, permukiman sederhana (fasilitas KPR BTN), dan kawasan industri.
Kebetulan pada saat itu pemerintah-bersama-sama DPR RI- belum menerbitkan UU Sumber Daya Air (SDA) dimana menyebutkan bahwa semua rawa, danau, dan situ (teristimewa di wilayah Jabodetabek-red) telah ‘disertifikat’ dan dilindungi undang-undang dengan sanksi hukum bagi pelanggarnya.
Kalau kita lihat sejarah, kawasan Bekasi itu adalah kawasan PERAIRAN yang dilindungi seperti Rawa Tembaga (Bekasi Barat) atau Rawa Kalong (Bekasi Timur-berbatasan dengan Tambun Selatan dan Utara) yang kini BERUBAH jadi kawasan permukiman padat, pertokoan, pusat perbelanjaan, serta mall dan hotel berbintang.
Belum lagi penebangan pohon (kawasan sabuk hijau) secara ‘brutal’ sehingga akar pepohonan tak lagi menghisap air, dan sungguh kering, gersang, serta panas membara di sekitar Bekasi pada saat ini.
Selain itu areal persawahan teknis dan areal sawah tadah hujan sebagai lumbung pangan-yang juga berfungsi sebagai tangkapan resapan air- pada ruang-ruang terbuka di Kota dan Kabupaten Bekasi telah “hilang” berhektar-hektar.Berubah jadi kawasan permukiman, industri, dan kawasan komersial yang telah “dibeton” secara permanen.
Studi kasus yang dilakukan saat itu -oleh ketiga wartawan ini -adalah bencana banjir yang mulai melanda di lingkungan lokasi perumahan dengan fasilitas KPR BTN mulai type 21 M2 sampai type 70 M2 di Perum Perumnas III Setia Mekar, Bekasi Timur.
“Sampai-sampai Perum Perumnas memanggil konsultan Perancis, tetapi gagal karena di sekitar Perumnas III Setia Mekar saat itu telah dikepung perumahan, tak ada lagi areal untuk parkir air bila hujan deras datang. Kini perumahan BUMN plat merah tersebut selalu dilanda kebanjiran, misalnya di Jln. Karimun Jawa, Jln. Bali, Jln. Maluku, dan Jln. Yapen,” ucapnya.
Dan, apa yang terjadi tiga puluh tahun kemudian (Maret 2025). Lebih parah mengerikan lagi !
Bencana banjir ‘bandang’ itu benar-benar datang sampai meneggelamkan atap rumah, mobil, sepeda motor, dan harta benda lainnya.
“Banyak berdoa saja, bencana banjir bandang di Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi, Jawa Barat akan SULIT DIATASI. Dari lokasi (area) air, ia akan kembali lagi ke lokasi (area) air tersebut yang telah berubah fungsi. Itu namanya bencana banjir bandang. Bukan karena salahkan alam semesta dengan mengatakan-pinjam istilah pejabat bertahun-tahun-karena CURAH HUJAN sedang TINGGI, di atas batas normal,” pungkasnya.
Tulisan ini akan saya tutup-sebagai penyair- yang bersyair di atas permukaan air (baca : banjir !) dengan sebuah karya sajak berjudul “Lihatlah Bibir Sungaiku Telah Terluka” ditulis Selasa, 11 Maret 2025.
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya





















